Beliau adalah salah satu shahabat yang mungkin tidak terkenal, namun ia merupakan salah satu shahabat yang istimewa. Dhamrah berasal dari bani Laits yang saat peristiwa hijrah beliau masih berada di Mekah. Hal itu disebabkan usianya yang sudah tua, penglihatan yang sudah tidak terlalu baik, dan sudah sering sakit-sakitan.
Faktor kelemahan fisik ini membuatnya diperbolehkan untuk tidak hijrah saat itu. Namun keinginannya untuk berhijrah tetap kuat. Ia yakin bahwa prinsip yang ia pegang adalah kunci keberhasilan. Ia sudah tidak nyaman tinggal di antara orang-orang musyrik di Mekah. Beliau ingin berkumpul bersama Rasulullah dan para shahabat, serta hidup dengan damai dalam naungan Islam. Hasrat untuk hijrah pun tak bisa dibendung lagi. Tanpa memedulikan keadaan fisiknya, ia meminta kepada anak-anaknya untuk membawanya hijrah ke Madinah.
Anak-anaknya pun memenuhi perintah beliau. Berangkatlah Dhamrah bin Jundub menuju Madinah. Namun atas kuasa Allah, belum separuh jalan, Dhamrah bin Jundub wafat terlebih dahulu sebelum sempat bertemu Rasulullah. Dikabarkan beliau wafat di Tan’im, daerah yang masih berada di Mekah.
Begitu sampai kabar wafatnya kepada Rasulullah dan umat Muslim di Madinah, mereka menyayangkan kabar tersebut, lantaran pahala hijrah Dhamrah belum bisa sempurna karena tidak sampai ke Madinah. Sekiranya Dhamrah bisa sampai ke sana, pahala hijrahnya bisa sempurna. Kemudian turunlah firman Allah yang artinya berikut ini:
Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Annisa ayat 100)
Maka, dengan turunnya ayat tersebut, sempurnalah hijrah Dhamrah bin Jundub beserta pahalanya. Meski ia telah wafat sebelum perjuangannya usai, keberhasilan tetap ia dapatkan. Ia menunjukkan bahwa kuatnya tekad adalah pangkal keberhasilan. Kisah ini diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam kitabnya Mu’jam Kabir al-Thabrani, yang berbunyi sebagai berikut:
“Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Suatu hari Dhamrah bin Jundub keluar dari rumahnya untuk hijrah, kemudian ia berkata kepada keluarganya, “Bawalah aku, kemudian keluarkanlah aku dari bumi orang-orang musyrik ini (Mekah) menuju Rasulullah saw.” Kemudian ia (Ibnu Abbas) berkata, “Ia (Dhamrah bin Jundub) meninggal di jalan sebelum sampai kepada Rasulullah saw.” Kemudian ia berkata lagi, “Lalu turun firman Allah: Siapa yang keluar dari rumahnya dengan niat berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya (An-Nisa: 100)”
(HR. al-Thabrani, Mu’jam Kabir al-Thabrani, Juz 11 halaman 272 no. 11709)
Allah swt. Maha Pengampun dan Maha Penyayang terhadap hamba-Nya yang teguh dalam melaksanakan perintah-Nya. Begitu besar kegigihan dan ketulusan Dhamrah, sehingga kisahnya pun diabadikan di dalam Alquran, serta perjuangan hijrahnya pun disempurnakan oleh Allah.
Dengan demikian, Dhamrah bin Jundub menjadi kenangan perjuangan dakwah Islam kala itu, dan menjadi teladan dalam hal keteguhan hati untuk terus melangkah di jalan Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a’lam
Beberapa pelajaran dari kisah shahabat ini:
- Mukmin yang jujur dalam keimanannya selalu berusaha untuk mengalahkan rintangan yang menghalangi jalannya menuju ridho Allah dan Rasul-Nya.
- Tawakkal bukan berarti menyerah kepada keadaan. Tetapi tawakkal harus dimulai dari usaha dan perjuangan yang maksimal.
- Allah tidak hanya melihat hasil, tetapi juga melihat dan menilai proses dan ikhtiyar yang dilakukan. Bahkan nilai proses ini bisa menyamai nilai hasil jika benar-benar diniatkan karena Allah.